Camping seharusnya jadi momen untuk berhenti sejenak dari hiruk pikuk kota. Menjauh dari klakson, notifikasi HP, dan kebisingan buatan manusia. Yang dicari sederhana saja: ketenangan.
Itu yang bikin orang rela capek, naik turun bukit, dan tidur beralas tanah. Itu esensi camping yang sebenarnya.
Namun belakangan ini, muncul satu kebiasaan yang makin sering ditemui dan bikin banyak penghobi camping merasa resah: menyetel musik dengan volume terlalu keras menggunakan sound system di area camping.

Catatan Penting (Biar Tidak Salah Paham)
Perlu diluruskan sejak awal. Yang dimaksud “musik keras” dalam tulisan ini bukan soal genre atau aliran musik.
Bukan soal rock, dangdut, EDM, pop, atau jenis musik apa pun.
Masalahnya ada di volume suara yang terlalu kencang, sampai:
- Menutupi suara alam
- Terdengar ke banyak tenda
- Mengganggu orang lain yang datang untuk mencari ketenangan
Jadi ini bukan urusan selera musik, tapi urusan etika dan kesadaran ruang bersama.
Ketika Tujuan Camping Bergeser
Bayangkan situasi yang makin sering terjadi.
Kita sudah pasang tenda, duduk santai, nyeduh kopi, menikmati senja. Tiba-tiba… JEDAR! JEDER! Dentuman bass dari speaker tetangga tenda, volumenya seperti acara hajatan.
Niat “kembali ke alam” mendadak berubah jadi “konser dadakan di alam terbuka”.
Keluhan soal musik ber-volume tinggi di tempat camping bukan cerita satu dua orang. Ini sudah sering dibahas di komunitas pendaki, grup camping keluarga, sampai forum pecinta alam.
- Sulit tidur
- Tidak bisa menikmati suasana
- Pulang dengan rasa kesal, bukan rileks
Camping Itu Tentang Sunyi, Bukan Ramai Tanpa Kendali
Camping bukan sekadar datang, pasang tenda, lalu bebas berbuat apa saja.
Camping itu tentang:
- Menyatu dengan alam
- Mendengarkan suara alam
- Memberi ruang bagi diri sendiri dan orang lain untuk tenang
Ketika suara speaker lebih dominan daripada suara angin dan serangga malam, maka makna camping sudah bergeser.
Belum lagi dampaknya:
- Mengganggu pengunjung lain
- Mengganggu anak-anak yang diajak belajar mencintai alam
- Mengganggu satwa liar di habitatnya
Bedakan: Kesukaan, Hobi, dan Hak Mengganggu
Ini poin yang paling sering keliru dipahami.
“Saya hobi musik.”“Saya sudah bayar, jadi bebas dong.”
1. Kesukaan dan Hobi Itu Sah
Tapi tidak semua tempat cocok untuk semua hobi.
Camping ground adalah ruang bersama, tempat orang datang dengan tujuan utama mencari ketenangan, bukan kebisingan.
2. Sudah Bayar Bukan Berarti Bebas Segalanya
Membayar tiket masuk atau sewa lahan bukan berarti membeli hak untuk mengganggu orang lain.
Camping ground itu seperti kos atau apartemen:
- Bebas di area sendiri
- Tapi jika suara kita mengganggu sekitar, itu sudah tidak beretika
Alam Bukan Background Pesta
Alam bukan dekorasi. Hutan, gunung, pantai, dan danau bukan panggung konser.
Justru kita datang ke alam untuk belajar:
- Menahan ego
- Menghargai ruang bersama
- Mengembalikan kepekaan terhadap sekitar
Kalau semua kebisingan kota dibawa ke alam, lalu apa bedanya camping dengan nongkrong di tengah aspal?
Pesan Terakhir: Saatnya Tinggalkan Kebiasaan Buruk Itu
Tulisan ini bukan untuk menghakimi. Ini bentuk saling mengingatkan antar sesama penghobi camping.
Buat teman-teman yang masih terbiasa:
- Membawa sound system besar
- Menyetel musik dengan volume berlebihan
- Mengabaikan kenyamanan sekitar
Mari mulai dikurangi, bahkan ditinggalkan.
Kalau ingin tetap mendengarkan musik:
- Gunakan earphone
- Pakai speaker kecil dengan volume rendah
- Pastikan hanya terdengar di area tenda sendiri
Biarkan alam tetap bersuara dengan caranya sendiri.
Karena sejatinya, kita ke alam bukan untuk membuatnya ramai, tetapi untuk menemukan kembali ketenangan yang sudah langka di kehidupan sehari-hari.

Komentar disini